Masyarakat pada umumnya berpikir bahwa wanita hamil lebih rentan terkena covid 19 dibandingkan orang yang tidak sedang hamil, nyatanya hal itu tidak benar. Mengenai hal ini Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG (K),MPH mengatakan, “Belum ada bukti sampai saat ini bahwa Covid-19 teratogenik. Bukti terbaru menunjukkan kemungkinan virus dapat ditularkan secara vertikal, meskipun proporsi kehamilan yang terpengaruh dan signifikansi pada bayi belum dapat ditentukan. Adanya risiko tersebut di atas mengharuskan pelayanan antenatal dan postnatal dilakukan dengan cermat. Ibu hamil harus tetap dimotivasi untuk tetap memantau kehamilannya selama pandemi dengan tetap memperhatikan social distancing.”
Studi lain menunjukkan bahwa pengaruh virus corona terhadap janin adalah meningkatnya risiko kelahiran prematur yang bisa juga disebabkan oleh keputusan terminasi kehamilan atas indikasi ibu, bukan semata-semata akibat infeksi Covid 19.
Tentang pemeriksaan Antenatal pada masa pandemi, Prof. Dr. dr. Budi Wiweko menambahkan, "Pada Trimester pertama, pemeriksaan antenatal tidak dianjurkan, kecuali dibutuhkan pemeriksaan ultrasonografi bila ada keluhan serta kecurigaan terhadap kejadian kehamilan ektopik. Sedangkan pada Trimester kedua, pemeriksaan antenatal dapat dilakukan melalui tele konsultasi klinis, kecuali dijumpai keluhan atau kondisi gawat darurat." Pemeriksaan kehamilan tetap harus dilakukan pada ibu hamil berisiko tinggi, seperti ibu hamil dengan riwayat hipertensi, diabetes melitus, atau pertumbuhan janin terhambat. Pada Trimester ketiga (usia kehamilan 37 minggu ke atas), Pemeriksaan Antenatal harus dilakukan dengan tujuan utama untuk menyiapkan proses persalinan. Sebaiknya diperhatikan kondisi gawat darurat yang menyebabkan ibu hamil harus melakukan pemeriksaan antenatal, yaitu mual-muntah hebat, perdarahan banyak, gerakan janin berkurang, ketuban pecah, nyeri kepala hebat, tekanan darah tinggi, kontraksi berulang, dan kejang. Demikian juga halnya dengan ibu hamil dengan penyakit diabetes mellitus gestasional, pre eklampsia berat, pertumbuhan janin terhambat, dan ibu hamil dengan penyakit penyerta lainnya atau riwayat obstetri buruk. "
"Layanan telemedicine tersedia untuk ibu hamil pada saat kehamilan, setelah kehamilan dan layanan selama & setelah kehamilan. Layanan telemdedicine juga dapat dilakukan bagi pasangan yang membutuhkan layanan kontrasepsi, aborsi, dan perawatan Kesehatan seksual dan reproduksi lainnya selama pandemic covid-19," jelas Prof. Iko, demikian ia biasa dipanggil.
"Untuk layanan kontrasepsi, " ujarnya, "Bentuk kontrasepsi jangka panjang yang reversibel sangat mungkin menjadi kontrasepsi yang efektif selama setahun atau lebih dari yang biasanya direkomendasikan. Hal ini tidak menyebabkan masalah kesehatan jika digunakan lebih lama sehingga pasien mungkin disarankan untuk menunda penggantian untuk sementara waktu. Sebagai contoh, IUD copper seperti T dilisensikan selama 10 tahun tetapi tidak menyebabkan masalah kesehatan jika digunakan lebih lama dan cenderung efektif untuk kontrasepsi hingga 12 tahun. Levonorgestrel 52 mg seperti Mirena yang dilisensikan selama 5 tahun tidak menyebabkan masalah kesehatan jika digunakan lebih lama dan cenderung efektif untuk kontrasepsi selama 6 tahun. Kontrasepsi ini dapat digunakan dengan aman dari usia 45 sampai 55 tahun. Kontrasepsi implant yang dilisensikan selama 3 tahun tidak menyebabkan masalah kesehatan jika digunakan lebih lama dan cenderung efektif untuk kontrasepsi selama 4 tahun,” demikian disampaikan Prof. Iko seraya menerangkan, "Bahwa semua jenis kontrasepsi aman digunakan pada semua perempuan di masa pandemi ini, termasuk kontrasepsi hormonal yang justru memiliki keunggulan dalam beberapa hal karena sifat estrogen sebagai modulator sistem imunologi tubuh. "
Selain itu dalam kesempatan ini, Dr.Zaini K.Saragih, SpKO, Ketua Lembaga Anti Doping Indonesia mengemukakan, "Menjadi sehat saja itu tidak cukup, kita perlu untuk menjaga kebugaran. Terlebih dalam masa pandemi ini, kita harus menjaga kebugaran yang mencakup 4 hal, yaitu ; Jantung dan Paru- paru (Aerobik), Otot dan Rangka (Anaerobik),Keseimbangan dan kordinasi (Peregangan) serta Metabolisma Energi (Berat badan). "
Ia menjelaskan, "Untuk menjadi bugar, kita harus memperhatikan keseimbangan energi, aktif secara fisik dan berolahraga. Olahraga yang dianjurkan adalah olahraga yang dilaksanakan secara terukur dan teratur, artinya intensitas dan lamanya sesuai dengan kebiasaan, dan jika akan ditingkatkan harus dilakukan secara gradual (bertahap). Jadi tidak melakukan olahraga sesuka hati, kadang berat sekali besok nya ringan dan seterusnya, ini justru berdampak tidak baik. "
Protokol kesehatan sifatnya wajib dipatuhi dalam keadaan apa pun, namun olahraga atau aktivitas fisik jangan sampai dilupakan, karena mendukung kesehatan dan fungsi imunitas yang prima. Berolahragalah dengan memperhatikan kaedah yang berisiko rendah terhadap penyakit pandemi tutupnya.(red)
foto: northeastohioparent.com
Posted on Dec 17, 2020 | Branding
Kehamilan, Kelahiran, Kontrasepsi dan kebugaran ibu Selama Pandemi